1. Pengertian Model Pembelajaran VAK (Visualization,Auditory dan Kinestetic)
Model pembelajaran VAK (Visualization, Auditory dan Kinestetic) salah satu model pembelajaran berorientasi kompetensi siswa. Model VAK melihat kompetensi siswa khususnya dalam segi gaya belajar dimana gaya belajar merupakan kompetensi yang berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lainnya. Model pembelajaran ini mungkin masih jarang digunakan oleh guru ketika mengajar siswa sekolah dasar. Akan tetapi, model pembelajaran ini sebenarnya tidaklah asing dan relevan dengan keadaan siswa sekolah dasar. Model VAK menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal yaitu Visualization, Auditory, dan Kinestetick, dengan kata lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, dan mengembangkannya. (Erman, 2008)
VAK merupakan kepanjangan dari Visualization, Auditory dan Kinestetic. Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga. Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendpaat, dan menanggapi. Kinestetic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan. (Erman,2008).
Model VAK dijadikan sebagai model untuk mengembangkan ketrampilan membaca, menulis, dan berhitung dengan mempertimbangkan gaya belajar agar siswa dapat berkembang sesuai dengan kompetensi atau kemampuan yang dimiliki seperti tahap perkembangannya. Model ini sebagai strategi dengan pendekatan integratif dimana siswa bisa belajar secara visual, auditory, dan kinestetik sesuai dengan gaya belajar yang pada umumnya dimiliki dan dilakukan oleh siswa. Model VAK ini cocok diterapkan di tingkat Sekolah Dasar karena siswa biasanya belajar dengan gaya belajar mereka smasing-masing.
2. Penerapan Model Pembelajaran VAK (Visualization,Auditory dan Kinestetic) di Sekolah Dasar
Pendidikan dasar berdasarkan PP No 17 tahun 2010 adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat. Salah satu pendidikan dasar ialah Sekolah Dasar dimana Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar. (PP No 17 tahun 2010 Pasal 1)
Sekolah dasar memiliki peranan penting dalam proses tumbuh kembang siswa. Dalam proses tumbuh kembang siswa terdapat beberapa tahap bahwasanya siswa melakukan berbagai hal dalam rangka pemenuhan tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan siswa sekolah dasar menurut Yusuf (2011) yaitu “siswa belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.” Salah satu sebab masa usia 6- 12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit siswa harus tamat sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar siswa sudah memperoleh keterampilan dalam membaca, menulis dan berhitung.
Susanti (2012) menyatakan calistung adalah tahapan dasar orang bisa mengenal huruf dan angka. Pentingnya pembelajaran calistung adalah untuk mempermudah komunikasi dalam bentuk bahasa tulis dan angka. Biasanya ketrampilan calistung diberikan kepada siswa di sekolah ketika berada di kelas bawah atau kelas rendah, yaitu kelas satu dan dua. Hal ini tentu memberikan dampak bahwasanya pembelajaran di kelas satu Sekolah Dasar setidaknya mampu menjadi landasan dan pondasi bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran di kelas yang lebih tinggi, oleh karena itu siswa harus bisa menguasai ketrampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) sejak kelas satu maupun di kelas dua.
Namun pada kenyataannya, masih ditemukan beberapa siswa SD kelas rendah yang belum terampil dalam membaca, menulis, dan berhitung. Keadaan ini membawa dampak bagi siswa yang khususnya belum mampu membaca, menulis, dan berhitung (calistung) seperti dijauhi oleh teman-teman, tertekan akibat dorongan orang sekitar yang menyuruhanya mampu untuk membaca, menulis, dan berhitung, dan parahnya siswa mengalami stres. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang kurang memperhatikan kompetensi siwa. Di lapangan masih banyak guru yang dalam proses pembelajaran kepada siswa masih sering menggunakan model ceramah secara klasikal, sehingga yang dirasakan siswa ialah jenuh dan bosan ketika belajar.
Didalam kurikulum KTSP salah satunya menyebutkan bahwa siswa harus aktif membangun pengetahuannya sendiri, sedangkan guru hanya sebagai mediator dan fasilitator agar tujuan pembelajaran dapat tercapai . Reformasi pendidikan seharusnya dimulai dari bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mengajar (Santyasa,dkk:2004). Sedangkan di dalam Kurikulum 2013 memiliki beberapa karakteristik, antara lain: siswa dituntut aktif, kreatif dan inovatif dalam pemecahan masalah, guru melakukan penilaian dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, menerapkan konsep pendekatan scientific, ada pengembangan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan ke semua bidang studi, serta tiap pembelajaran yang dirancang diupayakan selalu mengkaitkan beberapa bidang. Pada dasarnya,siswa yang dituntut aktif dalam proses pembelajaran sedangkan guru berperan sebagai fasilitator, mediator, maupun motivator bagi siswa dalam proses belajar khususnya calistung. Kompetensi yang harus dimiliki siswa pada jenjang Sekolah Dasar (SD) kelas awal adalah kompetensi calistung. Dalam Kurikulum 2013 siswa tidak memiliki kesempatan belajar calistung secara pembelajaran, siswa belajar calistung pada saat pembelajaran dan itu pun hanya sedikit pemahaman yang diperoleh.
Berkaitan dengan hal tersebut, guru seharusnya memiliki landasan mengajarkan pembelajaran calistung yang tepat dan bermanfaat bagi siswa, karena dalam Kurikulum 2013 siswa harus aktif sendiri memahami, mencari tahu, mengolah informasi, dan bertanya sehingga siswa akan membentuk pemahamannya sendiri. Dengan kata lain, guru harus memiliki teknik-teknik yang dapat membantu siswa belajar calistung sejak kelas rendah/kelas bawah dengan proses integrasi pembelajaran yang sama seperti pada kelas tinggi.
Karakteristik anak-anak ialah identik dengan suka bermain. Atas dasar karakteristik tersebut maka dalam pembelajaran untuk siswa sekolah dasar kelas I dan II berlaku prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Dari segi kongnitif, anak sekolah dasar juga masih dalam tahap operasional konkret dimana siswa belajar dengan dibantu adanya contoh-contoh yang konkret yang bercirikan cara berfikir egosentris menjadi berkurang. Artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain. Contohnya anak dapat menambah, mengurangi, mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis. (Haryadi dan Muslikah, 2013).
Oleh sebab itu, usia sekolah dasar yang identik dengan bermain sangat cocok jika menggunakan model pembelajaran VAK (Visualization, Auditory dan Kinestetic). Hal ini karena model pembelajaran ini mengaitkan dengan gaya belajar yang dimiliki setiap anak. Para guru sekalian juga bisa menggunakan model pembelajaran ini ketika akan melakukan pembelajaran. Semoga artikel ini bermanfaat. Terima kasih
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!