Pembelajaran Matematika, sebagai pemodelan
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau “manthenein” yang berarti mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata Sansekerta, mudna atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau inteligensia. Matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya, sebagai pemodelan
Dari definisi matematika yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu logik, pola berfikir manusia yang pasti kebenarannya untuk membantu dalam memahami dan menguasai permasalahan yang ada. Sehingga siswa diharapkan mampu untuk mengaplikasikan apa yang telah diajarkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Matematika
Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak hanya di wujudkan dalam sebuah hasil prestasi siswa di sekolah, namun pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan apa yang telah dipelajari di sekolah dan mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.Pengertian belajar menurut Suherman et, al, (2001: 8) adalah Proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal sebagai pemodelan
Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Jadi pembelajaran matematika sekolah dasar adalah memahami dengan baik materi matematika yang akan diajarkan, memahami dan memanfaatkan dengan baik cara siswa belajar matematika yang efektif, menggunakan cara-cara pembelajaran matematika serta memahami dan menerapkan cara memanfaatkan media sebagai alat bantu belajar metamatika.
Berdasarkan apa yang dilakukan di atas, bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar perlu penggunaan media pembelajaran yang relevan sesuai dengan materi yang akan diajarkan sehingga dapat lebih memudahkan siswa memahami konsep matematika yang abstrak.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak bisa terlepas dari sifat-sifat perkembangan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh karena itu Menurut (Suherman dkk, 2001: 65) kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika berikut :
- Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.
- Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya.
- Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.
- Matematika adalah ilmu deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa yang kita ajar. Misal sesuai dengan perkembangan intelektual siswa, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur ingin induktif.
- Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran dalam matematika sesuai dengan stuktur deduktif aksiomatik. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya.
Dari teori di atas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap). Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap yaitu dimulai dari hal yang konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
Karakteristik Siswa dalam Pembelajaran Matematika
Siswa umur 9-12 tahun memiliki sifat kemampuan yang konkrit, anak kelompok umur ini senang dan sudah dapat mempergunakan alat-alat dan benda-benda kecil. Hal ini terjadi karena telah menguasai benar koordinasi otot-otot halus.
Sedangkan sifat mentalnya mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, lebih kritis, ada yang mempunyai rasa percaya diri yang berlebihan dan ingin lebih bebas. Untuk dapat menciptakan proses belajar matematika yang efektif yaitu proses pembelajaran harus menyenagkan bagi siswa dan hendaknya menghargai pengetahuan matematis lebih yang diperoleh siswa dengan jalan memberi kesempatan pada siswa tersebut untuk menunjukkannya di depan kelas (sebagai pemodelan).
penulis : ansisko