Kurikulum Merdeka Bukan Pengganti Kurikulum 2013– Anggapan bahwa “ganti mentri, ganti kurikulum” mulai muncul kembali ketika Menteri Kebudayaan, Pendidikan dan Riset, Nadiem Makarim, mengumumkan secara resmi Kurikulum baru di Tahun 2022. Banyak yang beranggapan jika setiap pergantian Menteri, pasti akan ada pergantian Kurikulum. Terlebih, anggapan tersebut muncul saat Mendikbudristek meluncurkan kurikulum baru secara resmi, bernama Kurikulum Merdeka.
Banyak yang mengira, Kurikulum Merdeka ini adalah pengganti dari Kurikulum 2013 atau kurikulum sebelumnya. Bisa jadi anggapan ini salah. Karena, ternyata, Kurikulum Merdeka bukan pengganti Kurikulum 2013. Justru, Kurikulum Merdeka ini bersifat melanjutkan dan memperkuat penerapan Kurikulum 2013 dan juga kurikulum-kurikulum terdahulu. Lalu, apa saja hal yang dilanjutkan dan apa saja hal yang diperkuat dalam Kurikulum Merdeka terhadap kurikulum sebelumnya, khususnya Kurikulum 2013?
Terdapat 3 hal yang dilanjutkan dan hal yang diperkuat dalam Kurikulum Merdeka ini, yaitu sebagai berikut
1. Berorientasi Holistik Pada Segi Kognitif, Sosial, Emosional dan Spiritual
Artinya yang ditumbuhkembangkan kepada anak bukan hanya sekadar dari segi kognitif siswa saja tetapi menyeluruh dari segi kognitif social, emosional, dan spiritual. Hal tersebut ternyata sudah diamanatkan dalam Kurikulum 2013 sebelumnya. Dapat dilihat saat mengadakan penilaian dalam Kurikulum 2013, terdapat 3 penilaian yaitu penilaian pengetahuan, penilaian sikap dan penilaian ketrampilan. Sayangnya, dari 3 penilaian terssebut belum muncul secara signifikan. Bahkan hanya sebatas formalitas yang dituliskan di raport.
Maka dari itu, nantinya di Kurikulum Baru ini akan diperkuat dengan adanya pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek atau yang dikenal Project Based Learning ini akan masuk di struktur kurikulum dengan mengalokasi waktu 20-30% jam pembelajaran. Misalnya, pembelajaran matematika dalam seminggu terdapat 4 jam pembelajaran, maka pembagiannya adalah 3 jam pelajaran dialokasikan untuk pembelajaran klasikal seperti biasanya atau tatap muka, selebihnya 1 jam pelajaran dialokasikan untuk pembelajaran proyek. Demikian juga dengan mata pelajaran lainnya, yang intinya adanya alokasi waktu khusus untuk pembelajaran proyek di setiap pertemuan pembelajaran.
Sifat dari pembelajaran Berbasis Proyek ini adalah Kolaborasi antar mata pelajaran lainnya yang masih memiliki relevansi. Seperti kolaborasi mata pelajaran matematika, dengan fisika, kimia dan biologi. Selain itu, focus penilaian dari pembelajaran berbasis proyek yang dinilai adalah pada proses pengembangan profil pelajar Pancasila, bukan pada hasil akhirnya.
Diperkuat juga dengan adanya Capaian Pembelajaran. Capaian Pembelajaran ini sama halnya seperti KI dan KD di Kurikulum 2013. Hanya saja, Capaian Pembelajaran ini, tidak ada pemisahan antara segi pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Tetapi diintegrasikan secara keseluruhan dalam satu paragraf utuh yang menjelaskan secara komperhensif mengenai 3 hal tersebut.
2. Kurikulum Merdeka Berbasis Kompetensi, Bukan Konten.
Kurikulum masih berbasis kompetensi bukan konten atau bukan materi artinya kurikulum yang disusun ini berdasarkan kompetensi yang ingin ditumbuhkan pada siswa bukan tentang keluasan materi dan bukan tentang banyaknya materi yang diajarkan guru melainkan apa yang bisa dilakukan siswa dengan materi tersebut. Bagaimana manfaatnya terhadap kehidupan nyata itulah nanti yang akan ditekankan di kurikulum ini.
Karena salah satu hasil evaluasi dari kurikulum 2013 adalah terlalu banyaknya materi. Terlalu banyaknya materi inilah yang akhirnya membuat guru merasa seolah-olah dituntut untuk kejar tayang untuk menghabiskan materi dalam waktu tertentu.
Dan guru terpaksa hanya memakai metode itu-itu saja hanya ceramah kita tidak bisa leluasa untuk menerapkan banyak metode dan banyak model pembelajaran. Bagaimana mungkin guru dapat menerapkan beragam model dan metode inovatif yang notabennya membutuhkan waktu yang cukup banyak.
Sehingga, pendidik terpaksa memakai model ceramah. Tentunya pembelajaran menjadi kurang begitu menarik dan siswa merasa bosan serta semangat belajarnya menurun. Bahkan capaian pembelajarannya pun kurang maksimal.
Untuk itu, di kurikulum baru ini nanti akan diperkuat dengan fokus materi esensial, materi tidak usah telalu banyak. Hal penting yang perlu ditekankan adalah bagaimana anak bisa memahami apa yang dipelajarinya.
3. Kontekstualisasi Budaya Dalam Kurikulum Merdeka
Kontekstualisasi budaya dalam Kurikulum Merdeka memiliki arti jika kurikulum disusun dengan menyesuaikan visi misi, kekhasan serta kebutuhan sekolah dan siswa. Nantinya, akan diperkuat dengan fleksibitas guru mengajar sesuai dengan kemampuan siswa dan budaya local. Hal ini juga dimaksud agar sekolah dapat bebas berkreatifitas dan berinovasi. Dibutuhkan kreativitas dan inovasi satuan Pendidikan untuk menciptakan keuikan dan kekhasan masing-masing yang menjadi keunggulan dari satuan pendidiakan tersebut.
Wujud dari kontekstualisasi budaya ini adalah penerapan pembealajaran muatan local. Muatan local dalam Kurikulum 2013 hampir menjadi kewenangan Pemda (Pemerintah Daerah) sepenuhnya. Berbeda dengan Kurikulum Merdeka ini, penerapan pembelajaran muatan local akan melalui KSOP (Kurikulum Satuan Operasional Pendidikan), mudahnya seperti KTSP. Sehingga, Satuan Pendidikan diberikan fleksibilitas dalam menentukan muatan local tersebut. Berdasarkan pada kebijakan kepala sekolah atau guru yang diberikan tugas mengisi mata pelajaran muatan lokal tersebut.
Berbicara mengenai fleksibilias, saat ini dalam Kurikulum 2013 tidak memiliki fleksibilitas terlihat dari kerangka kurikulum saat ini yang mengunci tujuan pembelajaran pertahun. Berbeda dengan Kurikulum Merdeka, kurikulum ini menetapkan jam pelajaran per-tahun agar sekolah berinovasi dalam menyusun kurikulum dan pembelajarannya. Tidak ada perubahan pada jumlah total jam pelajaran dari Kurikulum 2013 kedalam Kurikulum Merdeka.
Jadi, misalnya total jam pelajaran 108 JP dalam mata pelajaran ekonomi. Jika dalam Kurikulum 2013, total jam pelajaran 108 JP harus dibagi rata menjadi 3 JP Per-minggu untuk semester 1 dan 2. Tetapi berbeda dengan Kurikulum Merdeka, total jam pelajaran 108 JP (3 JP per-minggu) dialokasikan pertahun dengan beberapa pilihan yang dapat dipilih oleh guru, yaitu
- Semester 1 dialokasi menjadi 3 JP per-minggu, dan begitu juga, semester 2 dialokasikan menjadi 3 JP per-minggu.
- Opsi lainnya, semester 1 dialokasikan menjadi 6 JP per-minggu dan semster 2 tidak ada alokasi waktu jam pelajaran tersebut atau dikosongkan.
- Lainnya, semester 1 dapat dialokasikan menjadi 4 JP per-minggu dan semester 2 dapat dialokasikan menjadi 2 JP per-minggu.
Demikian 3 hal yang diperkuat dan dilanjutkan dari Kurikulum 2013 kedalam Kurikulum Merdeka. Jadi, Kurikulum Merdeka tidak sepenuhnya merupakan penggantian dan perubahan Kurikulum 2013 secara signifikan, melainkan sebuah evaluasi, perbaikan dan revisi mengenai Kurikulum sebelumnya.
Perlu diingat, jika salah satu prinsip dari kurikulum adalah bersifat dinamis. Artinya, kurikulum harus disesuaikan perkembangan zaman dan dapat menjawab tantangan perkembangan saat ini. Jadi, bukan suatu hal yang aneh, jika kurikulum harus selalu dievaluasi, diperbaiki dan diperbaharui sewaktu-waktu jika diperlukan.
Adanya Kurikulum Merdeka ini sebagai langkah baik pemerintah dalam memajukan dunia Pendidikan, dan mengutamakan kesejatraan guru agar tidak merasa terbebankan lagi dengan administrasi. Dan memperkuat kompetensi siswa agar siap menghadapi tantangan masa depan.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik dengan cara klik pada link INI