Cara Menyusun Bahan Ajar – Dewasa ini, kecanggihan teknologi sudah banyak memberikan kemudahan dalam segala lini kehidupan tak terkecuali dunia pendidikan.
Sebelum teknologi ada, sebagian besar guru merasa kesulitan untuk mengembangkan bahan ajar, sehingga seringkali rajin mengikuti acara luar sekolah yang bertemakan cara menyusun bahan ajar. Hal ini penting. Sebab jika dibiarkan, maka bahan ajar hanya akan menjadi formalitas belaka di kelas tanpa akhirnya dibuka dan dijadikan buku pegangan bagi peserta didik.
Seiring bertambahnya tahun, dunia teknologi memudahkan sebagian besar guru untuk tidak harus melangkah jauh ke luar kota atau banyak melakukan studi banding. Cukup dengan mengakses internet, maka berbagai informasi dan sumber bahan ajar tersedia dan hampir semuanya dapat diunduh tanpa pungutan biaya. Selain bahan ajarnya, Anda juga dapat mencari banyak referensi dari guru senior berdasar mata pelajaran yang diampu.
Kriteria Penyusunan Bahan Ajar
Untuk membedakannya dengan buku lainnya, maka guru perlu untuk memperhatikan beberapa hal penting mengenai bahan pelajaran. Tujuannya, supaya guru lebih mudah menyusun bahan ajar daripada harus kelabakan dan bingung saat menyusun. Adapun beberapa hal yang dimaksud yakni :
Pertama, memperhatikan kriteria “novelty”. Kriteria tersebut merupakan kriteria yang berkaitan dengan kebermaknaan dari sumber serta bahan ajar yang disusun.
Anda sebagai guru, wajib melakukan riset kalau perlu, di bagian bahan mana sub topik yang akan kita bahas untuk disesuaikan dengan pesannya. Selain itu, guru juga perlu memastikan sumber yang dpilih jelas dan valid. Idealnya, pesan dalam bahan ajar akan mudah dimaknai oleh peserta didik bila up to date.
Kedua, kemudian kriteria yang kedua yakni kriteria “proximity”. Sebisa mungkin sang guru mengusahakan agar pesan maupun materi yang tersajikan dalam bahan ajar sesuai dengan realita kehidupan para peserta didik.
Akan sangat mengkhawatirkan bila bahan ajar berisikan berbagai pesan yang mana sejatinya tidak terjadi dan hanya bersifat khayalan semata. Namun demikian hal tersebut mungkin saja terjadi, apabila bahan ajar tersebut berisikan materi tentang cerita dongeng maupun kisah fabel yang mana memerlukan adanya cerita khayalan.
Ketiga, setelah itu ada kriteria “connectivity” yakni berhubungan dengan keterkaitan antara pesan dan pengalaman peserta didik. Sebisa mungkin guru memastikan bahwa bahan ajar yang dibuat dapat menjadi pegangan bagi mereka di mana materi yang tersampaikan tidak jauh berbeda dengan pengalamannya. Walhasil, para peserta didik dapat menyerap pembelajaran dengan mudah sebab juga sesuai dengan pengalaman yang mereka dapatkan.
Ketiga, kemudian kriteria “conflict”, sebisa mungkin guru berusaha untuk menjadikan bahan ajar menggugah emosi sebagian besar peserta didik. Tentu tingkatan emosi yang dirasakan akan berbeda – beda, bergantung pada daya serap dan level emosi peserta didik.
Bagaimana cara memasukkannya? Tentu memang tidak mudah. Sebanyak mungkin Anda dapat melakukan diskusi bersama rekan sejawat atau bisa juga pada senior.
Keempat, selanjutnya bergantung pada kriteria “humor”. Kriteria tersebut mengharuskan agar bahan ajar yang disampaikan menampilkan berbagai makna yang lucu. Lucu bukan dalam artian bahan ajar harus berisikan lawakan. Bisa jadi dalam bentuk cerita maupun tambahan catatan dari para guru secara khusus berdasar rata – rata pada level kemampuan kelas tersebut. Keseluruhan kriteria tersebut harus diimplementasikan dalam penyusunan bahan ajar.
Kemudian perlu dipahami yakni mode pengemasan bahan ajar tidak sekedar hanya dalam bentuk hard file saja. Bisa juga dalam bentuk e-book dan berbagai bentuk soft file lainnya.
Teknis Penyusunan Bahan Ajar
Selain memahami kriterianya, berikut beberapa peraturan teknis yang bisa dijadikan pertimbangan. Adapun beberapa peraturan teknisnya yakni :
Pertama, bahan ajar sesuai dengan tema yang diajarkan. Kesesuaian tema bahan ajar dengan tujuan yang dicapai akan mengantarkan peserta didik untuk mendapatkan keberhasilan dalam memahami bahan ajar.
Proses pengemasan bahan ajar perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Sebab keduanya merupakan pertimbangan utama. Hal ini selaras dengan konsep pendekatan sistem di mana menjadi komponen utama dalam proses pembelajaran.
Sehingga, sebelum terjadinya proses pengemasan bahan ajar, alangkah baiknya bila tujuan pada bahan ajar ditentukan terlebih dahulu. Capaian tujuan yang bisa ditargetkan yakni berkaitan dengan aspek perilaku umum sekaligus perilaku yang terukur dalam bentuk indikator pada hasil belajar.
Kedua, bahan ajar harus dibuat sesederhana mungkin. Sederhana yang dimaksud bukan berarti materi yang diajarkan kurang, namun guru bisa mencoba membuat ringkasan di mana memudahkan peserta didik untuk belajar mengembangkan pembelajaran yang termuat di bahan ajar.
Jangan lupa perhatikan dari segi kemasan. Pengemasan bahan ajar juga menjadi pertimbangan. Sebisa mungkin guru membuat peserta didik untuk semakin tertarik pada bahan ajar. Baik dari segi pemilihan warna maupun layoutnya. Sebab ketertarikan peserta didik hari ini tentu sangat berbeda dengan preferensi lainnya.
Ketiga, agar bahan ajar bisa menarik para peserta didik, maka diperlukan untuk lebih memperbanyak isi dari bahan ajar dengan berbagai gambar yang menarik dan bisa diunduh secara gratis.
Jika bahan ajar berkaitan dengan mata pelajaran Bahasa, maka akan sangat baik bila Anda melampirkan beragam cerita bergambar. Hanya saja, ANDA harus menyesuaikan dengan jenjang yang diajar. Bila jenjang SD, maka sesuaikan dengan realitas dan karakter gambar siswa SD.
Jika Anda mengajar jenjang SMP, maka pastikan bila gambar yang digunakan agak sedikit meningkatkan kekritisannya.
Keempat, Anda juga perlu memastikan bahan ajar sesuai dengan aturan dan struktur penyajiannya. Misal dari struktur daftar isi, tema sampai ke hal lainnya. Misalnya, bila bahan ajar Anda malah menyajikan soal yang lumayan kompleks di awal sebelum pembahasan, tentu hal tersebut akan menyulitkan peserta didik. Coba konsultasikan terlebih dahulu sebelum anda menyajikannya.
Kelima, bahan ajar haruslah disusun agar sesuai dengan petunjuk dan penggunaannya. Hal ini juga urgen. Apalagi bila pembahasannya dikemas seperti pembelajaran mandiri semacam modul, program teaching, dibuatkan dalam bentuk CD Interaktif maupun pembelajaran visual.
Sebelum mengemas hal tersebut, alangkah lebih baiknya bila anda mengkonsultasikan dengan senior maupun para pakar yang memahami cara penggunaannya.
Model Pengemasan Bahan Ajar
Selain mempelajari peraturan teknisnya, Anda juga perlu memahami model pengemasan agar bahan ajar bisa lebih menarik. Misal, Anda dapat melakukan penyusunan bahan ajar dengan menggunakan pola materi pelajaran terprogram.
Bahan ajar yang menggunakan pola pengemasan ini akan menyajikan materi pembelajaran secara individual ataupun mandiri. Ciri – ciri penyusunannya terdiri dari beberapa hal. Pertama, materi pelajaran yang tersaji bisa berbentuk unit ataupun bagian terkecil.
Kedua, biasanya bahan ajar tersebut akan memberikan beberapa tuntutan baik berupa penyelesaian soal maupun studi kasus. Bahan ajar dengan pola penyusunan seperti berikut bisa dikemas dalam bentuk cetakan atau biasa dikenal dengan program teaching atau bisa juga non-cetak semacam computer-based instructional.
Nah, demikian ulasan mengenai cara menyusun bahan ajar dan serta beberapa turunannya. Semoga ulasan ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi bacaan bagi guru lainnya.