Pendidikan Profesi Guru Belum Mampu Penuhi Kebutuhan Guru Profesional
Kebutuhan guru profesional lulusan pendidikan profesi guru (PPG) besar, tetapi lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang menyelenggarakan PPG masih terbatas.
Revitalisasi pendidikan profesi guru di lembaga pendidikan tenaga kependidikan difokuskan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas program studi dalam upaya memenuhi kebutuhan guru baru ataupun guru eksisting. Namun, saat ini ada sekitar 1,2 juta guru yang belum menjalani pendidikan profesi guru yang perlu dilayani perguruan tinggi penghasil calon guru, baik untuk guru kelas, mata pelajaran, maupun kejuruan.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Iwan Syahril dalam acara peluncuran Pendanaan Revitalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Jakarta, Senin (11/4/2022), mengatakan, pendidikan profesi guru (PPG) perlu ditransformasi dari tata kelola, substansi, dan kualitas. Jumlah PPG prajabatan (calon guru) pada tahun 2006-2020 totalnya berkisar 30.000 orang. Padahal, jumlah guru pensiun mencapai sekitar 65.000 guru. Selain itu, masih ada 1,2 juta guru yang belum mengikuti PPG.
”Jadi guru masih belum cukup yang lewat PPG sehingga dampaknya tidak terasa untuk peningkatan kualitas pendidikan. Tanpa PPG seperti profesi dokter, layanan pendidikan untuk siswa tidak maksimal,” kata Iwan.
Revitalisasi LPTK, terutama untuk memperkuat PPG, menjadi kolaborasi antara Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan serta Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek). Fokusnya untuk memperbanyak LPTK yang memenuhi syarat melaksanakan PPG, memperbanyak program studi (prodi) dan bidang studi, hingga memperbanyak penerimaan peserta, baik calon guru (sarjana pendidikan/umum) maupun guru dalam jabatan yang belum disertifikasi.
Pendidikan profesi guru dan tata kelola guru bukan bagian terpisah, tetapi harus terhubung.
Direktur Kelembagaan Diktiristek Lukman menjelaskan, revitalisasi LPTK dilakukan dalam bentuk pendanaan kepada konsorsium LPTK, terdiri dari satu LPTK negeri sebagai ketua konsorsium dan paling sedikit enam LPTK negeri ataupun swasta. Pendanaan untuk konsorsium maksimal hingga Rp 5 miliar. Cara ini ditempuh untuk meningkatkan jumlah prodi, bidang studi, kapasitas dan kapabilitas LPTK dalam penyelenggaraan PPG, serta meningkatkan kualitas pembelajaran di era digital pada prodi di PPG.
Hingga saat ini baru ada 76 LPTK yang menyelenggarakan PPG yang di antaranya baru 59 lembaga yang terakreditasi. Jumlah PPG masih kurang untuk memenuhi kebutuhan guru sehingga perlu ditambah dengan program pendanaan revitalisasi LPTK.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Diktiristek Nizam mengatakan, kemajuan pendidikan bergantung pada para pendidik yang berkualitas dan profesional, sedangkan kemajuan pendidik juga bergantung pada kualitas LPTK.
”Jadi, kita harus memastikan LPTK dalam kondisi vital untuk menghasilkan pendidik yang andal guna memajukan pendidikan di tengah perubahan sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, kompetitif, dan berakhlak mulia. LPTK berperan dalam menyiapkan calon guru masa depan,” ujar Nizam.
Disesuaikan kebutuhan
Iwan mengatakan, lulusan PPG menjadi solusi penawaran dan permintaan (supply and demand) guru dari segi kualitas dan kuantitas. Karena itu, ketersediaan guru di PPG dan permintaan/kebutuhan guru di daerah penting untuk dipertemukan. Ada kolaborasi dan koordinasi Kemendikbudristek dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar PPG prajabatan (calon guru) akan menjadi bagian rencana tata kelola guru secara nasional.
”Jadi, yang lulusan PPG prajabatan akan tahu mau mengisi kebutuhan satuan pendidikan mana. Investasi PPG akan rugi jika mereka tidak menjadi bagian dari menjawab tantangan profesi guru. Karena itulah PPG dan tata kelola guru bukan bagian terpisah, tetapi harus terhubung,” ujar Iwan.
Iwan menambahkan, dibuka juga kemungkinan untuk lulusan PPG prajabatan memulai karier sebagai guru di daerah 3T. Sebab, dari seleksi aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja tahun 2021, dari sekitar 506.000 formasi guru yang diajukan daerah, ternyata ada 117 formasi yang tidak ada pelamar sama sekali karena lokasi satuan pendidikan di daerah 3T.
Menurut Iwan, pihaknya sudah melakukan studi banding terkait pendidikan calon guru dan guru eksisting di berbagai lembaga ternama, seperti di Amerika Serikat, Finlandia, Australia, dan Singapura. Para dosen LPTK juga diberikan beasiswa LPDP pascasarjana untuk mendalami pendidikan guru agar memiliki penguasaan ilmu terkini di pendidikan guru dan bidang ilmu.
Salah satu kebutuhan prodi di LPTK adalah pendidikan luar biasa (PLB). Saat ini hanya 38 persen provinsi yang di perguruan tingginya memiliki prodi PLB, sebanyak 62 persen sama sekali tidak ada PLB. Akibatnya, guru di sekolah luar biasa tidak mendapat pendidikan khusus untuk menjalankan strategi pendidikan sesuai kondisi anak ataupun untuk mengembangkan pendidikan inklusif di sekolah umum. Padahal, para guru ini dibutuhkan untuk memahami anak-anak yang memiliki tantangan belajar sesuai kondisi agar bisa memberikan layanan belajar yang baik.
Selain itu, perlu juga untuk menguatkan prodi pendidikan guru SD (PGSD). Sebab, kebutuhan guru SD ini terbesar sehingga butuh dosen-dosen PGSD yang mumpuni.
Revitalisasi PPG, lanjut Iwan, juga diarahkan untuk memperkuat pendidikan guru untuk guru masa depan. Selain itu, perlu penyesuaian dengan program prioritas yang dikelola Kemendikbudristek seperti guru penggerak dan sekolah penggerak. Adapun untuk PPG guru eksisiting dibutuhkan untuk memperkuat pembelajaran berbasis problem dan proyek untuk melayani siswa.
Profesionalisme guru yang dapat diasah lewat PPG oleh LPTK ini disesuaikan dengan tantangan zaman agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, lulusan PPG atau calon guru memiliki profil yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila, menguasai kompetensi dasar guru, berorientasi siswa, menjadi teladan, belajar sepanjang hayat, dan kepemimpinan.
Hari Wibawanto dari Tim Revitalisasi LPTK memaparkan, PPG bernaung di bawah dua ditjen. Izin pembukaan PPG dan penambahan prodi/bidang studi di bawah Ditjen Diktiristek, sedangkan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan untuk menentukan PPG yang dibutuhkan serta jumlah mahasiswa yang dididik,
Pengembangan PPG lewat konsorsium ditargetkan untuk menambah prodi di bidang studi pedidikan umum (guru kelas, mata pelajaran, normatif, dan adaptif), bidang atau pendidikan vokasi (guru produktif), serta bidang studi pendidikan vokasi khusus/kolaborasi (guru produktif).
Dengan model konsorsium, ada pembinaan dan pendampingan dari LPTK yang berpengalaman membuka PPG kepada LPTK mitra. Dengan demikian, ada peningkatan kualitas LPTK yang siap menjadi penyelenggara PPG di semua wilayah untuk memenuhi kebutuhan guru.
Anda tidak punya referensi mengenai terapi tentang kecanduan gadget? Jangan khawatir e-Guru.id menyelanggarakan Pelatihan 32 JP Membuat Computer Based Test (CBT) Menggunakan Platform Moodle.
Segera datarkan diri Anda untuk mempelajari Pelatihan Kecanduan Gadget Pada Anak!