Pada dasarnya, setiap manusia terlahir dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tidak ada manusia yang lahir hanya dengan membawa kelebihan saja, pun sebaliknya.
Selain itu, manusia juga hadir dengan segala takdir dan perbedaannya yang sudah jelas berbeda dengan manusia lainnya.
Sama halnya dengan siswa. Setiap siswa pasti mempunyai perbedaan. Sayangnya, tidak sedikit siswa yang diperlakukan kurang adil oleh beberapa guru.
Dalam artian, guru kerap membuat klasifikasi. Yakni, kalangan murid pintar. Sehingga ada pula klasifikasi murid bodoh. Atau, ada juga klasifikasi murid biasa saja.
Dan yang sering kita temukan adalah ketika ada kuis. Tanpa disadari, ketika siswa yang dianggap ‘bodoh’ menjawab kurang benar, maka respon guru akan langsung mengatakan bahwa itu salah.
Berbeda halnya ketika memberikan tanggapan terhadap jawaban siswa yang dianggap pintar.
Tanpa disadari, perilaku yang demikian akan berdampak tidak baik bagi kepercayaan peserta didik yang dianggap bodoh tersebut. Ia akan mengalami cognitive shutdown. Yaitu, kondisi di mana mereka akan merasa gurunya sudah menyalahkan jawabannya, maka ia akan mulai malas memberikan tanggapan kembali, hingga menjadi cenderung pasif selama proses pembelajaran.
Jika sudah demikian, apa yang meski dilakukan oleh seorang guru? Tentu, hal pertama yang harus Anda pahami adalah, tidak perlu memberikan label-label yang demikian.
Selain itu, Anda juga meski belajar bagaimana caranya memberikan respon yang tepat terhadap jawaban anak-anak. Bukan serta merta menyalahkan jawabannya mentah-mentah.
Dalam hal ini, Bobbi De Porter menjelaskan dalam bukunya Quantum Teaching bahwa ketika proses pembelajaran, pada saat memulai pembelajaran dari pembukaan sampai dengan penutup, Anda meski beranggapan bahwa seluruh siswa yang Anda ajar adalah anak yang cerdas, mempunyai potensi tinggi, dan kemampuan yang menarik.
Sehingga, seorang guru memang dituntut untuk mempunyai niat yang baik sebagaimana esensi dari proses pembelajaran yang dimulai dari ketidaktahuan menjadi tahu. Dari yang awalnya tidak bisa menjadi bisa. Dan yang dari awalnya paham menjadi lebih mahir.
Selain itu, kita juga harus mampu mengolah kalimat yang baik ketika memberikan tanggapan ataupun respon terhadap jawaban yang ada. Apabila ada siswa yang responnya kurang tepat, maka Anda harus memahami terlebih dahulu mengenai berbagai macam model belajar siswa.
Hal ini supaya tidak dengan mudahnya mengatakan ‘bodoh’ atau ‘salah’ kepada siswa. Karena kalimat ini adalah kalimat yang tidak boleh keluar dari mulut seorang pendidik.
Kemampuan dalam menemukan dan mendesain strategi pembelajaran yang sesuai, kemudian mengenali potensi yang dimiliki siswa, lalu mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran, tentu akan menjadi hal yang baik dalam proses pembelajaran. Sebab akan membuat Anda lebih bijak dalam memilih diksi sebagai respon kepada siswa.
Demikian sekilas sekilas bagaimana cara mengubah pandangan guru terhadap diksi ‘bodoh’ terhadap siswa. Semoga bermanfaat.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
(ant/shd)